Judul : Merpati Cinta
Kategori : Percintaan, Remaja
Penulis : Anisa Nur Hidayah
Malam ini begitu hening, yang kulihat hanyalah bintang-bintang yang
bertaburan menggantung di langit. Aku sendirian duduk di rerumputan yang
halus di tepi Danau dengan buliran air mata yang terus mengalir
membasahi pipiku. Aku kesepian, karena aku hidup di dunia ini hanya
sebatang kara dan bagiku tiada lagi tawa kebahagiaan yang ada hanyalah
kesendirian dan kepenatan hidup yang selalu menemani hari-hariku ini.
“Mengapa? Mengapa aku tidak pernah merasakan kebahagiaan. Kenapa semua
orang yang kucintai meninggalkanku?” teriakanku sambil melempar
batu-batu kecil ke Danau. Aku menangis semakin menjadi-jadi, aku rindu
keluargaku yang telah lama meninggalkanku sendirian di dunia ini.
Aku tergagap karena karena satu burung merpati kecil hinggap di bahuku
dan kulihat ada sepucuk surat deng kertas berwarna merah muda yang di
ikatkan pada kaki kanan burung merpati itu. Aku pun memegang burung
merpati itu lalu kubelai lembut sambil tersenyum manis.
“Kamu burung cantik! Mana temanmu?” tanyaku sambil tersnyum
Aku pun melepaskan ikatan surat itu pada kaki burung Merpati lalu kubuka
dan membaca nya.
“Janganlah kamu terus bersedih Prinses. Masih banyak 0rang yang sayang
sama kamu. Aku yakin suatu saat akan ada seorang pangeran yang akan
menjemputmu dan mencintaimu dengan tulus” isi surat nya membuatku kaget.
Aku mengernyitkan kening tak mengerti dan banyak pertanyaan tertumpuk
di otakku. Dan tiba-tiba detak jantungku berdegup kencang padahal
sebelum nya aku tidak pernah merasakan ini semua.
“Siapa pengirim surat ini ya? Tapi siapa pun dia makasih ya karena kamu
udah buat aku senang” kataku sambil tersnyum paling bahagia sedunia
Burung itu pun melepaskan diri dari genggamanku ia terbang bebas ke
udara. Aku pun segera berdiri lalu menoleh ke belakang dan kulihat
seorang laki-laki memakai celana Jeans Jaket Serta Sepatu Putih masuk ke
mobil BMW berwarna merah lalu berlalu pergi dengan mobil nya. Aku
murung hatiku kesal karena tidak bisa melihat wajah laki-laki itu. Dan
jantungku berdegup kencang membayangkan laki-laki tadi yang kulihat
hanya dari belakang.
“Semoga ini bukan pertama dan terakhir kali nya aku melihat cowok tadi”
pintaku dengan wajah memelas
Kian lama hatiku mulai tenang dan senyuman selalu terlukis di bibirku
setiap hari karena setiap hari Burung Merpati kecil itu selalu datang
menemuiku dan membawakan surat yang berbeda setiap hari nya. Isi surat
itu selalu membuatku bahagia, walaupun aku tidak tahu siapa sebenarnya
pengirim surat itu.
“Siapa sebenar nya pengirim surat cinta itu? Aku yakin dia cowok tapi
kenapa aku selalu merasakan dia ada di dekatku” tanyaku sambil
memandangi surat-surat yang tertata rapi di meja belajarku
Keesokan harinya seisi Kampus gempar membicarakan Mahasiswa baru yang
katanya Cool, ganteng dan juga seorang penyangi. Aku hanya mengernyitkan
kening tak mengerti berdiri di dekat fakultas Sastra fakultasku.
“Sinta! Kok kamu seneng banget. Ada apa si?” tanyaku penasaran kepada
teman fakultasku yang berdiri di depanku
“Ya ampun Olivd masa kamu nggak seneng kan dia Artis terkenal. Aku mau
banget jadi pacar nya” Jawab Sinta sambil tersenyum dan menatapku
Aku menggeleng-gelengkan tak mengerti maksud pembicaraan Sinta. Tak lama
kemudian Mahasiswi-mahasiswi berlarian sambil berteriak histeris ke
arahku.
“Waduhh…. Kok cewek-cewek pada nyamperin aku?” tanyaku tak mengerti
“Sumpah perfect banget” kata cewek-cewek itu dan juga Sinta serentak
yang berdiri di depanku dan menatapku
“Kalian pada kenapa si?” tanyaku polos
Aku pun tersipuh malu lalu menundukkan kepalaku untuk menghindari
tatapan mereka yang begitu dalam ”Hey! Apa kabar Olive?” Ucap
seorang laki-laki sambil memegang bahuku dari belakang
“Siapa si?” tanyaku kesal
Aku pun segera menoleh ke belakang. Aku tergagap karena kulihat seorang
laki-laki sangat tampan melempar senyum termanisnya ke arahku. Aku
terdiam dan jantuhku kembali berdegup kencang.
“Hi… Kenalin aku Reno Mahasiswa baru” sambil mengulurkan tangan nya
“Olive!” kusambut tangan nya dg tersnyum
Aku tergagap karena Burung Merpati Yang biasa menemaniku terbang ke
arahku lalu ia hinggap di bahu Reno.
“Cantik! Pinter kamu sayang!” kata Reno pada Burung itu
“Reno! Kamu kenal sama burung itu?” tanyaku penasaran
“Ini Burung aku, prinses!” Kata nya lalu berlalu pergi
Aku tak menyangka Burung yang selama ini menemaniku adalah milik Reno.
Aku pun berlari mengejar Reno. Dan kami saling menatap di taman belakang
kampus. “Jadi surat yang selama ini aku trima dari kamu” kataku
“Iya! Dari awal aku melihat kamu Di Danau itu aku sudah mencintai kamu.
Maka nya aku kirim Merpati Cintaku buat kamu” kata Reno sambil tersnyum
“Aku juga dari awal udah cinta sama pangeran Merpati” kataku
“Jadi kamu mau trima Cinta aku!”
“Iya”
Reno pun merangkulku dan kami membelai merpati itu dengan lembut.
Rabu, 13 Juni 2012
Peradilan Rakyat
Cerpen
Cerpen Putu WijayaSeorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum.
"Tapi aku datang tidak sebagai putramu," kata pengacara muda itu, "aku datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan keadilan di negeri yang sedang kacau ini."
Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung.
"Apa yang ingin kamu tentang, anak muda?"
Pengacara muda tertegun. "Ayahanda bertanya kepadaku?"
"Ya, kepada kamu, bukan sebagai putraku, tetapi kamu sebagai ujung
tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang dicabik-cabik korupsi ini."
Pengacara muda itu tersenyum.
"Baik, kalau begitu, Anda mengerti maksudku."
"Tentu saja. Aku juga pernah muda seperti kamu. Dan aku juga berani, kalau perlu kurang ajar. Aku pisahkan antara urusan keluarga dan kepentingan pribadi dengan perjuangan penegakan keadilan. Tidak seperti para pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang. Bahkan tidak seperti para elit dan cendekiawan yang cemerlang ketika masih di luar kekuasaan, namun menjadi lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan untuk menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya. Kamu pasti tidak terlalu jauh dari keadaanku waktu masih muda. Kamu sudah membaca riwayat hidupku yang belum lama ini ditulis di sebuah kampus di luar negeri bukan? Mereka menyebutku Singa Lapar. Aku memang tidak pernah berhenti memburu pencuri-pencuri keadilan yang bersarang di lembaga-lembaga tinggi dan gedung-gedung bertingkat. Merekalah yang sudah membuat kejahatan menjadi budaya di negeri ini. Kamu bisa banyak belajar dari buku itu."
Pengacara muda itu tersenyum. Ia mengangkat dagunya, mencoba memandang pejuang keadilan yang kini seperti macan ompong itu, meskipun sisa-sisa keperkasaannya masih terasa.
"Aku tidak datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri."
Pengacara tua itu meringis.
"Aku suka kau menyebut dirimu aku dan memanggilku kau. Berarti kita bisa bicara sungguh-sungguh sebagai profesional, Pemburu Keadilan."
"Itu semua juga tidak lepas dari hasil gemblenganmu yang tidak kenal ampun!"
Pengacara tua itu tertawa.
"Kau sudah mulai lagi dengan puji-pujianmu!" potong pengacara tua.
Pengacara muda terkejut. Ia tersadar pada kekeliruannya lalu minta maaf.
"Tidak apa. Jangan surut. Katakan saja apa yang hendak kamu katakan," sambung pengacara tua menenangkan, sembari mengangkat tangan, menikmati juga pujian itu, "jangan membatasi dirimu sendiri. Jangan membunuh diri dengan diskripsi-diskripsi yang akan menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam, karena kamu sangat diperlukan oleh bangsamu ini."
Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia meneruskan ucapannya dengan lebih tenang.
"Aku datang kemari ingin mendengar suaramu. Aku mau berdialog."
"Baik. Mulailah. Berbicaralah sebebas-bebasnya."
"Terima kasih. Begini. Belum lama ini negara menugaskan aku untuk membela seorang penjahat besar, yang sepantasnya mendapat hukuman mati. Pihak keluarga pun datang dengan gembira ke rumahku untuk mengungkapkan kebahagiannya, bahwa pada akhirnya negara cukup adil, karena memberikan seorang pembela kelas satu untuk mereka. Tetapi aku tolak mentah-mentah. Kenapa? Karena aku yakin, negara tidak benar-benar menugaskan aku untuk membelanya. Negara hanya ingin mempertunjukkan sebuah teater spektakuler, bahwa di negeri yang sangat tercela hukumnya ini, sudah ada kebangkitan baru. Penjahat yang paling kejam, sudah diberikan seorang pembela yang perkasa seperti Mike Tyson, itu bukan istilahku, aku pinjam dari apa yang diobral para pengamat keadilan di koran untuk semua sepak-terjangku, sebab aku selalu berhasil memenangkan semua perkara yang aku tangani.
Aku ingin berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin danbeku. Tapi negara terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku terima. Di situ aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu aku melakukan investigasi yang mendalam dan kutemukan faktanya. Walhasil, kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara. Negara ingin menunjukkan kepada rakyat dan dunia, bahwa kejahatan dibela oleh siapa pun, tetap kejahatan. Bila negara tetap dapat menjebloskan bangsat itu sampai ke titik terakhirnya hukuman tembak mati, walaupun sudah dibela oleh tim pembela seperti aku, maka negara akan mendapatkan kemenangan ganda, karena kemenangan itu pastilah kemenangan yang telak dan bersih, karena aku yang menjadi jaminannya. Negara hendak menjadikan aku sebagai pecundang. Dan itulah yang aku tentang.
Negara harusnya percaya bahwa menegakkan keadilan tidak bisa lain harus dengan keadilan yang bersih, sebagaimana yang sudah Anda lakukan selama ini."
Pengacara muda itu berhenti sebentar untuk memberikan waktu pengacara senior itu menyimak. Kemudian ia melanjutkan.
"Tapi aku datang kemari bukan untuk minta pertimbanganmu, apakah keputusanku untuk menolak itu tepat atau tidak. Aku datang kemari karena setelah negara menerima baik penolakanku, bajingan itu sendiri datang ke tempat kediamanku dan meminta dengan hormat supaya aku bersedia untuk membelanya."
"Lalu kamu terima?" potong pengacara tua itu tiba-tiba.
Pengacara muda itu terkejut. Ia menatap pengacara tua itu dengan heran.
"Bagaimana Anda tahu?"
Pengacara tua mengelus jenggotnya dan mengangkat matanya melihat ke tempat yang jauh. Sebentar saja, tapi seakan ia sudah mengarungi jarak ribuan kilometer. Sambil menghela napas kemudian ia berkata: "Sebab aku kenal siapa kamu."
Pengacara muda sekarang menarik napas panjang.
"Ya aku menerimanya, sebab aku seorang profesional. Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan keahlianku untuk membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga tercapai keputusan yang seadil-adilnya."
Pengacara tua mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti.
"Jadi itu yang ingin kamu tanyakan?"
"Antara lain."
"Kalau begitu kau sudah mendapatkan jawabanku."
Pengacara muda tertegun. Ia menatap, mencoba mengetahui apa yang ada di dalam lubuk hati orang tua itu.
"Jadi langkahku sudah benar?"
Orang tua itu kembali mengelus janggutnya.
"Jangan dulu mempersoalkan kebenaran. Tapi kau telah menunjukkan dirimu sebagai profesional. Kau tolak tawaran negara, sebab di balik tawaran itu tidak hanya ada usaha pengejaran pada kebenaran dan penegakan keadilan sebagaimana yang kau kejar dalam profesimu sebagai ahli hukum, tetapi di situ sudah ada tujuan-tujuan politik. Namun, tawaran yang sama dari seorang penjahat, malah kau terima baik, tak peduli orang itu orang yang pantas ditembak mati, karena sebagai profesional kau tak bisa menolak mereka yang minta tolong agar kamu membelanya dari praktik-praktik pengadilan yang kotor untuk menemukan keadilan yang paling tepat. Asal semua itu dilakukannya tanpa ancaman dan tanpa sogokan uang! Kau tidak membelanya karena ketakutan, bukan?"
"Tidak! Sama sekali tidak!"
"Bukan juga karena uang?!"
"Bukan!"
"Lalu karena apa?"
Pengacara muda itu tersenyum.
"Karena aku akan membelanya."
"Supaya dia menang?"
"Tidak ada kemenangan di dalam pemburuan keadilan. Yang ada hanya usaha untuk mendekati apa yang lebih benar. Sebab kebenaran sejati, kebenaran yang paling benar mungkin hanya mimpi kita yang tak akan pernah tercapai. Kalah-menang bukan masalah lagi. Upaya untuk mengejar itu yang paling penting. Demi memuliakan proses itulah, aku menerimanya sebagai klienku."
Pengacara tua termenung.
"Apa jawabanku salah?"
Orang tua itu menggeleng.
"Seperti yang kamu katakan tadi, salah atau benar juga tidak menjadi persoalan. Hanya ada kemungkinan kalau kamu membelanya, kamu akan berhasil keluar sebagai pemenang."
"Jangan meremehkan jaksa-jaksa yang diangkat oleh negara. Aku dengar sebuah tim yang sangat tangguh akan diturunkan."
"Tapi kamu akan menang."
"Perkaranya saja belum mulai, bagaimana bisa tahu aku akan menang."
"Sudah bertahun-tahun aku hidup sebagai pengacara. Keputusan sudah bisa dibaca walaupun sidang belum mulai. Bukan karena materi perkara itu, tetapi karena soal-soal sampingan. Kamu terlalu besar untuk kalah saat ini."
Pengacara muda itu tertawa kecil.
"Itu pujian atau peringatan?"
"Pujian."
"Asal Anda jujur saja."
"Aku jujur."
"Betul?"
"Betul!"
Pengacara muda itu tersenyum dan manggut-manggut. Yang tua memicingkan matanya dan mulai menembak lagi.
"Tapi kamu menerima membela penjahat itu, bukan karena takut, bukan?"
"Bukan! Kenapa mesti takut?!"
"Mereka tidak mengancam kamu?"
"Mengacam bagaimana?"
"Jumlah uang yang terlalu besar, pada akhirnya juga adalah sebuah ancaman. Dia tidak memberikan angka-angka?"
"Tidak."
Pengacara tua itu terkejut.
"Sama sekali tak dibicarakan berapa mereka akan membayarmu?"
"Tidak."
"Wah! Itu tidak profesional!"
Pengacara muda itu tertawa.
"Aku tak pernah mencari uang dari kesusahan orang!"
"Tapi bagaimana kalau dia sampai menang?"
Pengacara muda itu terdiam.
"Bagaimana kalau dia sampai menang?"
"Negara akan mendapat pelajaran penting. Jangan main-main dengan kejahatan!"
"Jadi kamu akan memenangkan perkara itu?"
Pengacara muda itu tak menjawab.
"Berarti ya!"
"Ya. Aku akan memenangkannya dan aku akan menang!"
Orang tua itu terkejut. Ia merebahkan tubuhnya bersandar. Kedua tangannya mengurut dada. Ketika yang muda hendak bicara lagi, ia mengangkat tangannya.
"Tak usah kamu ulangi lagi, bahwa kamu melakukan itu bukan karena takut, bukan karena kamu disogok."
"Betul. Ia minta tolong, tanpa ancaman dan tanpa sogokan. Aku tidak takut."
"Dan kamu menerima tanpa harapan akan mendapatkan balas jasa atau perlindungan balik kelak kalau kamu perlukan, juga bukan karena kamu ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi kemanusiaan di mancanegara yang benci negaramu, bukan?"
"Betul."
"Kalau begitu, pulanglah anak muda. Tak perlu kamu bimbang.
Keputusanmu sudah tepat. Menegakkan hukum selalu dirongrong oleh berbagai tuduhan, seakan-akan kamu sudah memiliki pamrih di luar dari pengejaran keadilan dan kebenaran. Tetapi semua rongrongan itu hanya akan menambah pujian untukmu kelak, kalau kamu mampu terus mendengarkan suara hati nuranimu sebagai penegak hukum yang profesional."
Pengacara muda itu ingin menjawab, tetapi pengacara tua tidak memberikan kesempatan.
"Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang. Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia."
Pengacara muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua itu mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. Nampaknya sudah lelah dan kesakitan.
"Pulanglah sekarang. Laksanakan tugasmu sebagai seorang profesional."
"Tapi..."
Pengacara tua itu menutupkan matanya, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu menoleh kepada pengacara muda.
"Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam."
Entah karena luluh oleh senyum di bibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu, pengacara muda itu tak mampu lagi menolak. Ia memandang sekali lagi orang tua itu dengan segala hormat dan cintanya. Lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga wanita itu, agar suaranya jangan sampai membangunkan orang tua itu dan berbisik.
"Katakan kepada ayahanda, bahwa bukti-bukti yang sempat dikumpulkan oleh negara terlalu sedikit dan lemah. Peradilan ini terlalu tergesa-gesa. Aku akan memenangkan perkara ini dan itu berarti akan membebaskan bajingan yang ditakuti dan dikutuk oleh seluruh rakyat di negeri ini untuk terbang lepas kembali seperti burung di udara. Dan semoga itu akan membuat negeri kita ini menjadi lebih dewasa secepatnya. Kalau tidak, kita akan menjadi bangsa yang lalai."
Apa yang dibisikkan pengacara muda itu kemudian menjadi kenyataan. Dengan gemilang dan mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu. Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan kemenangannya dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi. Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.
Pengacara tua itu terpagut di kursi rodanya. Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang merebak di seluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar itu.
"Setelah kau datang sebagai seorang pengacara muda yang gemilang dan meminta aku berbicara sebagai profesional, anakku," rintihnya dengan amat sedih, "Aku terus membuka pintu dan mengharapkan kau datang lagi kepadaku sebagai seorang putra. Bukankah sudah aku ingatkan, aku rindu kepada putraku. Lupakah kamu bahwa kamu bukan saja seorang profesional, tetapi juga seorang putra dari ayahmu. Tak inginkah kau mendengar apa kata seorang ayah kepada putranya, kalau berhadapan dengan sebuah perkara, di mana seorang penjahat besar yang terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat seperti bencana yang melanda negeri kita sekarang ini?" ***
DERAI DERAI CEMARA
Chairil Anwar
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS
Chairil Anwar
kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
CINTAKU JAUH DI PULAU
Chairil Anwar
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.
SENJA DI PELABUHAN KECIL
Chairil Anwar
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
SAJAK PUTIH
Chairil Anwar
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...
DOA
Krya Chairil anwar
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
HAMPA
Karya : Chairil Anwar
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
AKU
Karya Chairil Anwar
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
(1948)
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957
MALAM
Karya : Chairil Anwar
Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
--Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang
Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
--Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang
PRAJURIT JAGA MALAM
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !
Khasiat membaca surat Al iklas,Al falaq, Annas setiap paga dan sore
Kami telah memasuki waktu pagi dan kerajaan hanya milik Allah, segala puji bagi Allah. Tidak ada Tuhan yag berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu baginya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian. Dialah yang berkuasa atas segala sesuatu. Hai Tuhan aku mohon kepadamu kebaikan di hari ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepadamu dari kejahatan hari ini da sesudahnya. Wahai tuhan aku berlindung kepadamu dari kemalasan dan kejelekan di hari tua. Wahai Tuhan Aku berlindung kepadamu dari siksaan di neraka dan kubur.
DARMAWISATA KE TAMAN BUNGA
Kata Majemuk
Libur Besar Telah tiba. Murid-murid Sekolah Dasar Hidayah Bergembira. Mereka berdarmawisata ke taman bunga Cipanas. Ibu Asti memimpin rombongan. Murid-murid berteriak gembira, Hore, Bagus sekali bunga-bunga disini " Mereka tidak hirau panas terik matahari. Sesekali Sapu tangan mengahspus keringan mereka.
Taman Bunga memang indah. Penuh bunga-bunga segar berwarna-warni. Mereka berkeliling-keliling dengan menggunakan kereta taman. Pemandu wisata menjelaskan isi setiap tempat. Mereka turun di menara tama.Mereka bersemngat naik ke atas menara. Dari atas menara mereka bisa memandang hampir seluruh taman bunga. Beberapa anak berteriak-teriak." Lihat disana ada jam tangan besar sekali. Ibu Asti tersenyum memperlihatkan. Hati-hati anak-anak. Pukul dua belas mereka kembali ke bogor. Puas hati mereka pada hari itu.
Libur Besar Telah tiba. Murid-murid Sekolah Dasar Hidayah Bergembira. Mereka berdarmawisata ke taman bunga Cipanas. Ibu Asti memimpin rombongan. Murid-murid berteriak gembira, Hore, Bagus sekali bunga-bunga disini " Mereka tidak hirau panas terik matahari. Sesekali Sapu tangan mengahspus keringan mereka.
Taman Bunga memang indah. Penuh bunga-bunga segar berwarna-warni. Mereka berkeliling-keliling dengan menggunakan kereta taman. Pemandu wisata menjelaskan isi setiap tempat. Mereka turun di menara tama.Mereka bersemngat naik ke atas menara. Dari atas menara mereka bisa memandang hampir seluruh taman bunga. Beberapa anak berteriak-teriak." Lihat disana ada jam tangan besar sekali. Ibu Asti tersenyum memperlihatkan. Hati-hati anak-anak. Pukul dua belas mereka kembali ke bogor. Puas hati mereka pada hari itu.
SENJA
Senja terbuai dengan senyuman
Sore baru hendak beranjak
Kala kita akan berpisah
Tak banyak kata yang terbuang
Uluran tangan terbentang
Mencoba merasai kesejukan hati
Lewar darah dalam genggaman
senja tersenyum menyaksikan kita
Dia seakan tahu bahwa kita akan berlalu
Menyusuri ruang-ruang rindu
Kini baru aku tahu
Ternyata perpisahan itu dapat menyatukan dua hati
Yang selama ini terbungkus malam
Tanpa rasa, tanpa cahaya
Sore baru hendak beranjak
Kala kita akan berpisah
Tak banyak kata yang terbuang
Uluran tangan terbentang
Mencoba merasai kesejukan hati
Lewar darah dalam genggaman
senja tersenyum menyaksikan kita
Dia seakan tahu bahwa kita akan berlalu
Menyusuri ruang-ruang rindu
Kini baru aku tahu
Ternyata perpisahan itu dapat menyatukan dua hati
Yang selama ini terbungkus malam
Tanpa rasa, tanpa cahaya
Minggu, 03 Juni 2012
Metode Penelitian
BAB III
METODE DAN
TEKNIK PENELITIAN
3.1 Metode
danTeknik Penelitian
3.1.1 Metode
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif sinkronik.
Sehubungan dengan hal itu, sebagai langkah kerja dilakukan pengumpulan data,
pengolahan, dan pemaparan hasil pengolahan data.
3.1.2 Teknik
Di dalam pengumpulan data digunakan metode simak-teknik catat dengan
langkah-langkah : mendengarkan dan memperhatikan berbagai bentuk penggunaan
Bahasa Muna. Tercakup ke dalam pengertian itu adalah pencarian data dari kamus.
Sesudah diperoleh data lalu dicatat ke dalam kartu data dan dikelompokan berdasarkan
pada kesamaan komponen semantik leksikalnya.
3.2 Data dan
Sumber Data
Data dalam penelitian ini diambil dari berbagai sumber, baik sumber
tertulis maupun sumber lisan, sumber tertulis diperoleh dari kamus Bahasa
Muna dan sumber lisan diperoleh dari
informan penutur asli Bahasa Muna yang dibatasi pada leksem-leksem yang
berkomponen generik aktivitas tangan.
Dalam hubungan itu, selain untuk melengkapkan sumber data yang bersifat
tulis, sumber lisan lebih difungsikan untuk memperoleh konteks tutur yang
mewadahi setiap leksem data demi diperolehnya konteks yang alamiah sifatnya.
3.3 Jenis
Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian lapangan, karena dalam penelitian ini di deskripsikan sesuai dengan keadaan yg dilakukan masyarakat
dalam kegiatan sehari-hari
Proposal kegiatan
jenis-jenis proposal
1. proposal kegiatan
2. proposalatau laporan perjalanan
3. proposal penelitian
tujuan penulisan proposal
1. untuk mendapatkan bantuan dana,dan sarana
2. untuk mendapatkan persetujuan
1. proposal kegiatan
2. proposalatau laporan perjalanan
3. proposal penelitian
tujuan penulisan proposal
1. untuk mendapatkan bantuan dana,dan sarana
2. untuk mendapatkan persetujuan
Unsur- unsur intrinsik
Novel
1. Tema, merupakan dasar cerita, yangmenjadi pokok permasalahandalam novel
2. Latar, tempat, waktu dan suasana yang terjadi dalam novel
3. Alur, jalan cerita, pengaluran cerita secara runtun sehingga terbentuk suatu cerita
4. Penokohan, atau perwatakan, pengenalan watak tiap-tiap tokoh
5. Sudut pandang atau cara bercerita
6. konflik, merupakan masalah dalam novel tersebut
7.Amanat, pesan-pesan yang terdapat dalam novel
1. Tema, merupakan dasar cerita, yangmenjadi pokok permasalahandalam novel
2. Latar, tempat, waktu dan suasana yang terjadi dalam novel
3. Alur, jalan cerita, pengaluran cerita secara runtun sehingga terbentuk suatu cerita
4. Penokohan, atau perwatakan, pengenalan watak tiap-tiap tokoh
5. Sudut pandang atau cara bercerita
6. konflik, merupakan masalah dalam novel tersebut
7.Amanat, pesan-pesan yang terdapat dalam novel
Kajian pustaka
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Penelitian ini Mengacu pada teori linguistik deskriptif yaitu suatu kajian linguistik untuk meneliti bahasa
pada waktu tertentu ( Kridalaksana, 1984 : 116), dengan pertimbagan bahwa
orientasi penyelidikan makna akan terus berkembang seiring dengan semakin
bertambahnya jumlah kosa kata yang
berhubungan dengan madan makna aktivitas tangan.
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan, penelitian
ini berangkat dari data penelitian yang berupa leksem-leksem yang menyatakan
aktivitas tangan dalam bahasa muna adalah teori tentang leksem, medan makna,
dan medan makna aktivitas tangan.
1.1 Leksem
Teori yang berkaitan dengan leksem diperoleh dari (
Kridalaksana, 1984 : 114) yang menemukakan pengertian leksem yang dimaksud
adalah kata atau frase yang merupakan satuan bermakna. Oleh karena itu medan
makna aktivitas tangan untuk memegang (intara)
terdapat beberapa kelompok dan memiliki 10
leksem.
1.2 Medan
Makna
Berdasarkan maknanya masing-masing leksem yang
tercatat sebagai data penelitian dipisah-pisahkan menjadi beberapa kelompok
yang masing-masing membentuk sebuah medan makna ( semantic field).
1.3 Aktivitas
tangan untuk memegang ( intara)
dengan jari-jari.
Ada
beberapa aktivitas tangan dalam bahasa muna antara lain :
Kanisi : Bimbit
Kakanisi : Bimbit
Kakanisi
tompano : Bimbit pucuknya
Intara : Pegang
Intara-ginta : Pegang-tarik
Intara
konoghosa : Pegang
tidak erat
Kopo : Genggam
Kopo
fekaghosa : Genggam
erat
Kopo-kopo
fekaghosa-ghosa : Genggam sangat kuat
Kama :
Cengkeram
Jika dilihat dari komponen yang dimiliki , leksem
intara merupakan superordinat dari leksem-leksem yang tercakup ke dalam ranah
memegang. Ciri superordinat leksem intara ditunjukan oleh adanya semantic
penggolong dan juga menjadi cirri semantic bawahannya ialah adanya komponen AKTIVITAS TANGAN dan komponen makna TUJUAN SASARAN TERPEGANG. Karena
pemilikan komponen tersebut makna leksem intara dapat didefenisikan menjadi
aktivitas tangan yang bertujuan agar sasaran terpegang.
Analisis wacana
Wacana
Kursi mewah yang banyak dipakai di
hotel, vila, dan rumah-rumah mewah di luar negeri itu ternyata berasal dari
Cirebon. Bahkan barang itu
merupakan hasil karya tangan dan jiwa seni anak-anak desa di daerah Cirebon.
Dengan adat sederhana, para perajin memotong-motong rotan. Kemudian,
menciptakan berbagai bentuk kerangka kursi dan meja.Setelah itu kerangka
diampelas, lalu dipasang anyaman pengganti rotan yang terbuat dari kertas
semen. Kertas semen itu dipili-pilin menjadi seutas tali, lalu dianyam.
Kemudian tali itu dianyam dengan mesin pada kawat yang telah dibungkus
kertas semen. Dengan begitu, terbentuklah anyaman tali kertas seperti
lembaran kertas yang disebut loom, bahan baku berupa lembaran anyaman kertas ini masih didatangkan
dari Eropa.
1.
Jenis
wacana di atas adalah Ekspositorik, ditandai dengan
(Setting) di luar negeri.
2.
Pemerian
situasi
Pertama : Medan wacananya
adalah peralatan rumah tangga dari Cirebon.
Kedua : Pelibat wacananya
para perajin asal Cirebon
Ketiga : Sarana wacana
bersifat tulisan.
3.
Topik
: Alat rumah tangga dari Cirebon.
Tema : Pembuatan kerangka rumah tangga.
Judul : Hasil karya pengrajin di Cirebon.
4.
Analisis
koherensi
a.
Hubungan
Makna Intensitas ( penyangantan) ditandai oleh penggunaaan kata-kata ( bahkan)
Contoh:
Kursi mewah yang banyak dipakai di
hotel, vila, dan rumah-rumah mewah di luar negeri itu ternyata berasal dari
Cirebon. Bahkan barang itu merupakan hasil karya tangan dan jiwa seni
anak-anak desa di daerah Cirebon.
b.
Hubungan
makna Adisi di tandai oleh penggunaan oleh kata-kata (dan)
c.
Hubungan
makna Tempo
Hubungan
makna tempo atau ( waktu) di tandai oleh penggunaan kata-kata seperti (setelah
itu, kemudian)
Contoh :
Dengan adat sederhana, para
pengrajin memotong-motong rotan. Kemudian, menciptakan berbagai bentuk
kerangka kursi dan meja. Setelah itu kerngka diampelas, lalu dipasang
anyaman pengganti rotan yang terbuat dari kertas semen.
d.
Hubungan
makna Instrumen (alat) ditandai oleh penggunaan kata-kata seperti dengan
begitu.
Contoh :
Tali itu dianyam dengan mesin pada
kawat yang telah dibungkus kertas semen. Dengan begitu terbentuklah anyaman dari
kertas seperti lembaran kertas yang disebut loom bahan baku berupa lembaran
anyaman ketas ini masih didatangka dari
Eropa.
1 dan 2 Hubungan makna Intensitas (
bahkan)
2 dan 3 Hubungan makna Adisi ( dan)
3 dan 4 Hubungan makna Tempo (
kemudian)
4 dan 5 Hubungan makna Tempo (
setelah itu)
5 dan 6 Hubungan makna Tempo (
kemudian)
6 dan 7 Hubungan makna
Instrumen ( dengan begitu)
Langganan:
Postingan (Atom)